KOMPAS.com – Perkembangan teknologi turut membuka banyak peluang usaha baru, salah satunya adalah jasa titip ( jastip). Banyak orang mulai membuka jasa titip untuk menambah pundi-pundi pemasukan. Dengan memanfaatkan media sosial, peluang jasa titip ini pun menjadi lahan segar untuk menggali rupiah.
Sayangnya, maraknya pelaku jasa titipan yang menjual barang-barang mewah membuat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) serta pelaku industri ritel gerah.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan telah melakukan beberapa penertiban terhadap pelaku jasa titipan. Pihak Bea dan Cukai juga meminta para para pelaku jastip untuk melakukan kegiatan bisnis secara resmi dengan menaati prosedur kepabeanan hingga melakukan kegiatan jual-beli secara adil.
Mereka meminta agar penyelenggara jastip yang ingin bisnisnya berjalan secara legal diwajibkan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan wajib menyatakan bahwa barang yang mereka bawa sebagai barang dagangan, bukan sebagai barang pribadi seperti yang saat ini kerap terjadi.
Pelaku jastip juga diminta agar melakukan kegiatan jual beli melalui platform resmi seperti di e-commerce, bukan melalui media sosial. Menanggapi hal ini, praktisi pajak Yustinus Prastowo mengatakan, aturan untuk pelaku para jastip memang harus lebih jelas karena hal ini adalah sebuah fenomena baru yang memanfaatkan teknologi.
Baca Juga : Lebih Mengenal Apa itu Kepabeanan
“Aturannya juga musti jelas. Ini kan fenomena baru memanfaatkan perkembangan teknologi,
” ucapnya, saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (28/9/2019).
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 203/PMK.04/2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut, barang penumpang dibebaskan dari kewajiban pabean serta pajak dalam rangka impor lainnya, jika nilai barang yang dibawa kurang dari free on board (FOB) 500 dollar AS per orang.
Jika nilai barang tersebut melebihi FOB 500 dollar AS per orang, maka dipungut bea masuk dan pajak dalam rangka impor. Yustinus menambahkan, sepanjang pelaku jastip memenuhi peraturan tersebut, maka pemakaian media apapun untuk mempromosikan jasa titip yang ditawarkan bukan masalah besar.
“Jastip sudah menjadi bisnis baru dan bukan turis yang dimintai tolong,” kata dia.
“Saya kira perlu duduk bersama. Di satu sisi perlu regulasi dan fairness supaya semuanya adil. P
emerintah harus peka terhadap perkembangan bisnis dan teknologi,” tambahnya.
Ia juga menilai permintaan untuk tidak lagi menggunakan media sosial bagi pelaku jastip adalah hal yang tak perlu dilakukan. “Mereka memanfatakan medsos untuk promosi, ya soal supply and demans saja. Kecuali ada aturan, lain cerita,” ungkapnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Bea Cukai Minta Pelaku Jastip Tak Gunakan Media Sosial, Ini Kata Pengamat”, https://www.kompas.com/tren/read/2019/09/28/163322365/bea-cukai-minta-pelaku-jastip-tak-gunakan-media-sosial-ini-kata-pengamat?page=all.
Komentar Terbaru